Sunday, December 26, 2010

Implikasi kasus wikileaks bagi terbangunnya tantangan hubungan informasi dan tata hubungan politik ekonomi internasional baru



WikiLeaks adalah organisasi internasional yang bermarkas di Swedia. Situs Wikileaks menerbitkan dokumen-dokumen rahasia sambil menjaga kerahasiaan sumber-sumbernya. Situs tersebut diluncurkan pada tahun 2006.
Saat ini alamat situs telah dialihkan ke http://www.wikileaks.ch untuk alasan keamanan.

Julian Assange adalah pendiri dari situs ini yang sudah ditahan dilondon dengan alasan pelecehan seksual/pemerkosaan.

Situs ini telah berhasil memenangkan beberapa penghargaan antara lain :
New Media Award dari majalah Economist untuk tahun 2008
UK Media Award dari Amnesty International (kategori New Media) untuk publikasi tahun 2008 berjudul
Kenya : The Cry of Blood – Extra Judicial Killings and Disappearances
(sebuah laporan oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Kenya tentang pembunuhan oleh polisi di Kenya)
New York Daily News menempatkan WikiLeaks pada peringkat pertama dalam "situs yang benar-benar bisa mengubah berita", Pada bulan Mei 2010

Nah, baru kemarin WikiLeaks menghebohkan para petinggi amerika karena membocorkan dokumen perang di afganistan.

Disebutkan, "Dengan menggunakan helikopter, para pasukan amerika tak henti-hentinya menembakan peluru keperkampungan yang banyak warga sipil, bahkan mereka masih bisa tertawa, yang oleh petinggi militer amerika diakui bahwa itu adalah pasukan yang membawa senjata dan rudal".

WikiLeaks memiliki banyak sekali dokumen rahasia dari seluruh penjuru dunia termasuk indonesia yang belum dipublikasikan. sebab itu WikiLeaks diblokir kare hal-hal yang bersifat secret document apabila bocor pasti akan menimbulkan ekses.Apalagi bila conten menyangkut hubungan multirateral dan sanat berpengaruh pada tata hubungan politik ekonomi internasional baru.
Tata hubungan internasional dan diplomasi akan berubah menjadi lebih rumit untuk mencapai berbagai kesepakatan politik, ekonomi, perdagangan, keuangan, dan lainnya. WikiLeaks memberikan dimensi baru dalam diplomasi di Asia Timur, terutama upaya untuk meredam dan mencegah pertikaian dua Korea menjadi perang terbuka.

WikiLeaks akan menjadi ujian penting dalam Pembicaraan Enam Pihak yang berupaya untuk mengendalikan Korea Utara untuk masuk dalam kesepakatan non-proliferasi nuklir, membahas perdamaian Semenanjung Korea, dan mencari jalan menyelesaikan reunifikasi dua Korea sebagai satu-satunya sisa monumental Perang Dingin.
Salah satu faktor penting pengaruh WikiLeaks terhadap tata hubungan internasional adalah dokumen bocoran ini memuat karakter individu bagaimana kepala juru runding China, Wu Dawei, dideskripsikan sebagai nasionalis garis keras, seorang arogan, bekas anggota Pengawal Merah yang mempropagandakan Marxisme, tak mengerti mengenai Korut, tidak mengerti mengenai non-proliferasi, dan sulit berkomunikasi karena tidak bisa berbahasa Inggris.
Deskripsi tentang Wu Dawei yang menjabat sebagai Wakil Menlu China jelas akan memengaruhi jalannya Pembicaraan Enam Pihak Semenanjung Korea. Ketika para diplomat China dan AS bertukar pikiran dan para diplomat Beijing memperkirakan potensi keruntuhan rezim Stalinis Korut, masalah perang dan damai tidak mempunyai arti ketika diseminasi informasi dibaca sesuai dengan kepentingan nasional dan keamanan suatu negara.
Dalam dokumen bocor Pemerintah AS banyak pandangan pribadi diplomat AS menggambarkan posisi pemimpin dunia yang akan menciptakan apa yang kita sebut ”diplomasi penghinaan”. Presiden Iran Mahmoud Ahmadinejad disamakan dengan Hitler, Presiden Perancis Nicolas Sarkozy disebut sebagai ”kaisar tanpa busana”, Presiden Afganistan Hamid Karzai disebut sebagai karakter yang paranoid, dan Kanselir Jerman Angela Merkel sebagai ”politisi Teflon”.
WikiLeaks menandai hubungan diplomatik internasional apa yang disebut dalam bahasa Yahudi sebagai lashon hara (lidah setan), ekspresi moralitas kelangsungan diplomasi ketika deskripsi kebenaran tentang dunia yang semakin rumit tidak serta-merta menghapus luka atau sakit hati yang ditimbulkan.
Tata cara diplomasi global yang terbuka dengan diseminasi informasi ada dua persoalan yang menjadi taruhan dan pertimbangan, apakah sopan dan apakah benar? Kalau jawaban pertama adalah tidak, persoalan kedua menjadi tidak penting karena keharusan etika diplomasi menuntut kebisuan.
Selama ini diplomasi internasional dalam situasi kritis sekalipun selalu mengacu apa yang ditulis penyair dan pelukis Inggris, William Blakes, yang menyatakan, A truth that’s told with bad intent beats all the lies you can invent (Sebuah kebenaran yang diucapkan dengan niat buruk akan mengalahkan seluruh kebohongan yang kita ciptakan).

0 comments:

Post a Comment